Huwaaaahhhh....lega rasanya bisa mengkhatamkan buku ini di tengah tumpukan tugas studi yang semakin menggunung. Secara garis besar, saya baca buku ini dengan dahi lebih berlipat-lipat dan konsentrasi yang lebih tinggi ketimbang buku-buku dan diktat perkulyahan. Bener deh. Abis bahasanya itu seolah tidak diedit. Jadi saya harus membayangkan pak Mansur ini sedang berbicara di hadapan saya sambil membaca buku ini keras-keras. Kalau gak gitu, besar kemungkinan saya akan kesulitan memahami jalan penjelasannya. Apalagi sejarah yang menarik adalah sejarah yang ditulis seperti buku-buku cerita. Mengalir dengan bahasa tulis yang gurih. Emang sih banyak hal yang berhasil beliau ungkap, yang selama ini jarang atau bahkan tidak kita ketahui dari historiografi Indonesia. Hanya saja dengan penyampaian yang masih jauh dari tata aturan bahasa tulis, rasanya pembaca yang masih sangat awam dengan sejarah, terutama historiografi, akan cukup kesulitan memahaminya.Buku ini juga semakin menebalkan pertanyaan besar saya: apa dan bagaimana peran dokumen (baik arsip, pustaka maupun arkeologis) dalam historiografi Islam. Saya sempat mengirimkan pertanyaan tersebut kepada salah satu sejarawan muslim, DR. Adian Husaini. Sampai sekarang masih belum dijawab, mungkin kesibukan beliau juga sedang menggunung. Atau adakah goodreaders yang bersedia menjawab pertanyaan itu?Saya agak khawatir kalau-kalau politik rumah kaca juga diterapkan dalam mengkorosi historiografi Islam, terutama di Indonesia. Kalau banyak fakta, seperti yang telah dibuka oleh Pak Mansur lewat Api Sejarah, saja ditutupi, bukan tidak mungkin, dokumen-dokumennya juga ikut "dikubur". Pertanyaan besar saya muncul karena dalam penulisan buku ini, Pak Mansur seperti jarang sekali menggunakan dokumen, terutama arsip, yang menjadi sumber primer dalam historiografi Indonesia dan dunia. Itu juga yang menyebabkan saya selalu skeptis dengan fakta-fakta sejarah dalam buku ini. Benarkah begini, begitu, dan lain sebagainya.Kalau pertanyaan besar saya belum dijawab, saya masih enggan melanjutkan buku Api Sejarah 2. Hehe.. Buku setebal 584 halaman ini memang sangat menggugah. "Sejarah kadang menikung tajam", begitulah kira-kira kesimpulannya ketika kehadiran buku ini mampu membongkar banyak hal yang berlawanan dengan penulisan sejarah indonesia yang dianut dikalangan mainstream.Pesan terkuat yang ingin disampaikan melalui buku ini adalah, dimana mahakarya perjuangan Ulama dan Santri dalam menegakkan NKRI dimanipulasi dalam penulisan sejarahnya oleh kolonial Belanda. Sehingga tak jarang kita jumpai dalam buku-buku sejarah yang dipelajari dari SD hingga SMA, peran-peran Ulama dan Santri dalam menegakkan NKRI dikucilkan kontribusinya yang begitu besar.Kehadiran buku ini sangat berharga untuk menjernihkan sejarah, sebuah buku yang berani membongkar deislamisasi penulisan sejarah bangsa Indonesia. Buku ini merupakan referensi tandingan, agar apa yang kita dapat selama ini didalam pelajaran sejarah tidak ditelan mentah-mentah.
What do You think about Api Sejarah (2009)?
Sejarah bisa mempunyai banyak wajah... tergantung siapa yang melihatnya dan siapa yang dilihatnya.
—nhochanu9x
mo diembat tadi malem tp blom dikasih ama yang punya
—mari
ada e-booknya ga ya? saya mau beli, cuman mahal. hhe
—Trintan
Sangat informatif, namun cenderung bias.
—kateypoo14
