Membaca buku ini sedikit banyaknya mengingatkan saya pada almarhumah mama yang dulunya adalah seorang guru SD. Salut sama para Pengajar Muda yang bisa memberikan sumbangsih mereka untuk pendidikan Indonesia. Semoga program Indonesia Mengajar bisa terus bermanfaat untuk banyak orang.Setelah sebelumnya membaca beberapa review yang menyinggung soal penulisan cerita dalam buku ini, saya pun dari awal sengaja untuk tidak menaruh ekspektasi terlalu tinggi. Tapi ternyata setelah beberapa kali menemukan penggunaan "saya" dan "aku" bersamaan dalam satu cerita, jadi berasa juga "kecewa" nya. Mungkin juga efek buku dengan tata bahasa yang sangat teratur yang saya baca sebelum menyentuh buku ini. Tapi pastinya ada banyak cerita inspiratif yang sangat layak untuk dibaca dari buku ini. Break satu buku lain dulu deh kayaknya sebelum baca buku ke-2 nya :D Kabita baca buku ini sejak sekitar setahun yang lalu, saat diminta baca sebuah fragmen oleh Ridwan. Fragmen itu (yang kemudian saya kenali sebagai 'Namaku Masa Depanku' oleh Firman B.K) menarik dan lucu, bikin saya jadi mulai bertanya-tanya tentang isi bukunya.Saya sebenarnya tahu Indonesia Mengajar sudah cukup lama. Pernah ditag juga sama salah satu dosen dalam sebuah notes Facebook tentang gerakan ini ketika belum lama di-launch. Tertarik? Pastinya, walaupun masih banyak kekhawatiran khas 'kota' yang menghambat saya untuk mendaftar, selain memang saya belum lulus *ngedeprok sedih*. Namun secara garis besar, saya merasa bahwa gerakan ini bagus banget, memberikan kesempatan untuk anak-anak muda idealis mengabdikan harta mereka yang paling berharga untuk anak-anak di pelosok negeri : ilmu pengetahuan.Jadi, apa kabar para pengajar muda, orang-orang beruntung yang mengenyam pendidikan tinggi dan memilih untuk mengabdi? Pasti banyak pengalaman berkesan dan pengetahuan menarik untuk dibagi sama orang-orang yang belum berkesempatan untuk menempuh jalan hidup seperti mereka *ngedeprok sedih*.Buku ini berupaya untuk menyajikan semuanya dalam bentuk essay-essay pendek yang ditulis oleh para pengajar muda sendiri.Buku ini bagus dan menyajikan informasi-informasi menarik tentang pendidikan di Indonesia. Saya nggak akan sengaja cari tahu bagaimana anak-anak Mandar Gunung belajar atau betapa kekerasan menjadi sesuatu yang dihalalkan untuk mengajar anak-anak di pedalaman Halmahera Selatan. Saya nggak akan sengaja cari tahu tentang apa itu kesenian keke, juga nggak akan tahu bahwa guru di pedalaman perannya bisa merangkap 'dokter gigitan anjing' dan 'spesialis pemberi nama (insya Allah) berkah'. Beberapa pengajar muda memilih memfokuskan tulisan mereka pada murid-murid tertentu yang bagi mereka berkesan, potret-potret yang membuat trenyuh dan menumbuhkan harapan. Kita mendapatkan mosaik yang menarik, terkagum-kagum di sana-sini, serta penuh refleksi di bagian yang lain.Selain tujuan penerbitan yang sungguh mulia dan info/refleksi menarik yang disajikan, ada beberapa hal yang membuat saya tidak melengkapi rating buku ini dengan satu bintang lagi. Saya paham bahwa para pengajar muda punya skill menulis yang beragam. Saya paham juga bahwa penulisan essay-essay ini bukan jadi fokus utama mereka di tengah-tengah kesibukan mengajar (dan mungkin merangkap jadi dokter gigitan anjing dan spesialis pemberi nama, haha), minimnya akses internet, atau bahkan listrik untuk menge-charge laptop. Beberapa essay terasa begitu datar, walau saya bisa memakluminya dengan alasan yang sudah saya sebut. Kadang saya juga mikir apa yang jadi dasar pengurutan essay-essay ini, karena seringkali suasana yang sudah dibangun di satu essay tidak berlanjut ke essay berikutnya, dengan tema yang jauh berbeda. Beberapa kesalahan editing membuat saya berharap membeli buku ini beberapa edisi kemudian, saat semua itu sudah diperbaiki. Sayang, sebab buku ini berpotensi besar untuk menjadi lebih baik lagi.Namun secara garis besar buku ini adalah buku yang baik, dengan tujuan yang baik, untuk menceritakan sebuah kegiatan yang baik. Buku ini memperkenalkan pada anak muda Indonesia bahwa ada jalan hidup lain bagi sarjana, bukan hanya jadi 'eksekutif muda yang memesan cangkir kopi seharga 40 ribu, diminum sedikit-sedikit biar tahan sampai siang demi wifi gratis' a la salah satu iklan provider selular. Jalan itu adalah jalan pengabdian, dan jalan itu lebih bermakna bagi hidup kita maupun bangsa secara keseluruhan.Semoga buku ini membawa kebaikan bagi para pembacanya. Sukses terus, Indonesia Mengajar!
What do You think about Indonesia Mengajar (2011)?
Lebih dari sekedar cerita, pengalaman nyata tentang realita Indonesia.
—fabgab98