Dibanding beberapa novel Sitta yang pernah saya baca, novel ini bener2 paling enak dibaca. Kalimat2nya lugas. Jumlah karakternya terbatas dan pas (bandingkan dgn salah satu cerita ttg klan Hanafiah). Easy reading is good writing. So, thumbs up for this.I'd love this book more if:- Wigra ga dibuat terlalu sempurna.- Konfliknya dibikin makin lama makin naik sampai ke klimaks; ibaratnya gelombang yg makin lama makin besar, hingga sampai ke pantai jadi tsunami. Sayangnya di buku ini, konfliknya lebih mirip riak-riak kecil yang terlalu gampang solusinya dan langsung pudar lagi. saya mendapatkan buku ini di sebuah toko buku kecil di kota ini. karena suntuk bangte, kahirnya ngeloyor ke toko buku dan kecewa karena buku yang tresedia terbatas. Dari rumah sudah janji hanya akan membeli buku ringan, dan ini sulit. Buku ynag selalu menarik perhatian saya selalu buku berat (serius). Singkat cerita, mulailah saya membaca. hemm..ringan ya bahasanya. Tidak perlu mengulang ulang paragraf agar bisa memahami benar. mungkin karena saya yang meskipun masih lajang begitu memahami situasi Hannah, Wigra, dan sempat pula mengalami yang dirasakan Rasya. Novel ini berhasil mendoktrin saya lebih dalam lagi, tentang pilihan hidup setelah memiliki anak adalah menjadi ibu rumah tangga. kembali ke kodrat. saya engineer, mungkin akan aneh di mata sebagian besar orang kenapa saya memilih itu.Tak ada yang sia-sia, termasuk gelar saya. Bukankah mengurus anak dengan tangan sendiri, lalu mendidik anak dengan pengetahuan yang kita punya, itu adalah bakti seorang wanita yang sudah berkeluarga?Jangan sampai anak kita mengenal kita hanya sebatas sebagai seseorang yang membelikan mainan. Dan justru si anak lebih mengenal si nanny (babysitter) sebagai seorang yang memberikan kehangatan serta rasa aman. Baby sitter hanya sementara bersama dia, jika kita mengandalkan sepenuhnya tanggung jawab mengasuh anak ke orang lain berarti kita belum siap berkeluarga. Salah satu hal yang harus saya lakukan kelak jika sudah berkeluarga yaitu akan bersama suami rajin berolahraga. heheheKata rumah cokelat yang dijadikan judul buku ini hanya terbaca 1x di bagian akhir :)
What do You think about Rumah Cokelat (2011)?
Cerita sehari-hari yang disampaikan dengan sederhana. Menurut saya sih agak kurang greget.
—Moronga
bukan tema yang baru, tapi lumayan nyentil di beberapa bagian
—Faith
Cocok banget untuk mahmud dan calon mahmud nih.hihi :D
—ahmedm2007
so this story helps me to be a good mother soon :)
—Aisha