"Di ujung sabar ada perlawanan. Di batas nafsu ada kehancuran. Dan air mata hanyalah untuk yang lemah." Mabel percaya takdir akan berakhir buruk jika kita tidak menjaga langkah, apalagi bagi perempuan seperti dirinya. Tapi Mace, sang menantu, belum bisa melupakan trauma pada masa lalu. Sementara Leksi, cucu kesayangan Mabel, masih suka semaunya sendiri. Beruntung ada Pum dan Kwee yang bisa diandalkan. Bersama keduanya, si kecil Leksi berlajar menjalani hidup yang keras di atas Tanah Tabu. Dan, pada kita semua, Mabel berpesan, "Kita harus tetap kuat.... Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak-cucu kita. Mereka harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik." Novel ini mendapat Juara Pertama dalam lomba Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2008. Novel ini menarik sebab mengandung unsur etnografi yang kental, dan lebih spesifik lagi etnografi Papua. Titik kisar ceritanya berkerumuk pada keindahan tanah Papua, berikut ketimpangpiluannya. Gemerlap ceritanya dihiasi dengan celoteh ria masyarakat Papua berikut tangisan-tangisannya. Tanah Tabu memang mengisahkan orang-orang yang dipinggirkan, disisihkan dan memang sengaja ditindas. Lewat alam lah mereka belajar. Novel ini mencoba membongkar berbagai ketimpangan sosial yang terjadi di PapuaBercerita dari sudut pandang Pum, Kwee dan seorang anak perempuan bernama Leksi yang tinggal bersama Mabel (nenek Leksi) dan Mace (ibunda Leksi). Mereka adalah satu keluarga penduduk asli Papua dari suku Dani, pewaris kekayaan alam Papua. Tergerus oleh para pendatang yang dengan sangat rakus mengeruk dan menggerogoti kekayaan alam Papua .Anindita melantunkan kisah dengan penguasaan materi konteks yang baik. Sederhana,manis dan lugu tapi sarat nilai, seperti wajah sang bocah cilik di kulit muka novel tersebut. cover novel karya Anindita S. Thayf ini telah mencuri hati saya pada pandangan pertama.Saya juga suka gaya penulisan dan bahasa yang digunakan Anindita. Pantaslah kalau jadi juaraAkhir kata, bintang saya rasa cukup untuk menyatakan bagaimana respon saya terhadap buku ini. Kehidupan di Tanah Papua yang melipmah dengan segala kekayaanya namun sperti menjadi kutukan menelantarkan anak2 Papua.. Ironis ..Sedikit banyak jd ngebandingin Indonesia yg dijajah krn kekayaannya.. cuma bedanya bangsa sendiri yang menjadi pengusa wilayah yg dikendalikan ama segelintir pejabat..ada protesnya, ada info yg harus diketahui dr novel ini..semoga generasi muda Papua membacanya.. :)