Nggak disangka, ternyata aku menamatkan buku ini tidak sesuai dengan prediksiku sebelumnya, cukup satu malam dan setengah hari untuk membaca habis semuanya (apa ini sebuah prestasi?)Ya, nggak banyak yang harus diungkapkan sebenarnya. Aku salut sama Kak Moemoe yang mengambil cerita di luar ekspetasi sebelumnya. Aku pikir, awalnya hanya sekadar perjalanan biasa di Bangkok yang menjadikan si tokoh saling bertemu, dan seterusnya. Tidak, ada banyak hal yang menjadi fokus utama dalam cerita ini. ‘You scar makes you unique. It makes you more valuable than the rest of people with no scar. It’s God way to say, ‘You’re my favorite. I make you different so I can always see you wherever you are’.’ (hal. 163) Betapa Ibu membiarkan seseorang tetap menjadi dirinya sendiri bahkan saat dia berwajah jelek. Benar-benar jelek. Ibu tak perlu tahu masa lalu orang jelek tersebut untuk meyakinkannya bahwa dia tetap spesial. (hal. 168) Aku menyadari bahwa rupa buruk seseorang tidak akan menyembunyikan baik hatinya. (hal. 415)Perjalanan Edvan ini telah membuka cara pandangku terhadap banyak hal—yang dibahas dalam cerita khususnya. Tentang bagaimana dapat menerima orang lain dengan bagaimanapun keadaannya, tentang kasih seorang ibu yang bahkan baru disadari saat telah tiada, tentang cinta yang harus menjadi diri sendiri, dan—tentunya—tentang perjalanan ini. Bukan hasil apa yang akan didapat, tapi lebih dari semua itu, tentang bagaimana perjalanan ini dimulai dan dilakukan, dan cerita hingga pengalaman yang didapatkan yang tentu berbeda jika seandainya kita tak berani untuk memulai perjalanan itu sedari awal. “Kamu nggak bisa nentuin kebahagiaanku di masa depan. Kalau aku bilang kamulah kebahagiaanku, maka TITIK. Kamulah kebahagiaanku.” (hal. 253) “Aku nggak milih untuk cinta dia. Tiba-tiba aja, aku tahu kalo dia kunci yang tepat untukku. Kayak kalau kita nyoba masukkin kunci ke banyak lubang pintu, waktu terdengar bunyi krek dan kunci itu pas masuk, rasanya kayak gitu.” (hal. 259)Ah iya, sedikit pendapat saja, dalam bukunya ada banyak tentang pendeskripsian tentang tempat-tempat di Bangkok, seperti Siam Paragon Mall, Thanon Phloencit, Chao Phraya, Suvarnabhumi International Airport, dan masih banyak lagi. Tahu nggak, setidaknya itu bisa memberikan gambaran sedikit banyak bagaimana Bangkok saat ini. Paling tidak, aku bisa membayangkannya semoga suatu saat hari bisa kesana. Amin. Senang juga bisa mempelajari kosakata-kosakata baru dalam bahasa Thailand, seperti chai untuk iya, mai chai untuk tidak, mai pen rai untuk tidak apa-apa, kòrp kun kâ untuk terimakasih, sáwátde kâ untuk halo (kalau yang ini aku udah tahu dari nonton filmnya Mario Maurer, 5555), dan 55555 yang berarti hahahaha :D Lucu juga ada nama karakter Phii Shone dan Phii Top, jadi mengingatkan sama film A Little Thing Called Love yang dibintangi Mario Maurer, Nam-nya aja yang nggak ada, 555555. “Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi. Aku hanya melakukan yang terbaik,” (hal. 314) Be yourself is key to love. Be someone not yourself is lying to love. If you get love from the girl, and you not yourself, you are lying to yourself. (hal. 336) Novel yang recommended, dan semoga aku bisa membaca seri STPC yang lain, kòrp kun buat Teh Dyah yang mau-maunya minjemin buku bertanda-tangan Kak Moemoe ini. Semoga bisa membaca karya Moemoe Rizal yang lainnya :) “... Kata Pa, hidup cuma satu kali. Láeo ngai? So what? Lakukan apa yang ingin dilakukan. Penyesalan itu hal negatif. Stay away aja. Kalau ada hal yang aku salah lakukan, atau tidak lakukan, láeo ngai? Waktu sudah berlalu. Biarkan saja penyesalan jadi kenangan. Penyesalan bukan untuk dinikmati.” (hal. 323) Setidaknya aku bukanlah satu-satunya orang yang jadi gila gara-gara cinta monyet pertamanya. Hujan-hujanan nyepeda di malam hari, ke rumah cewek yang ditaksir sejauh sepuluh kilometer (lebih!) gara-gara dapat sms yang memberitahu kalau dia meninggal. Dan ternyata itu sms bohongan yang selanjutnya membongkar rahasia cinta monyet diam-diamku saat itu. Sial!Eh, curcol.Pas baca judul-judul bab di novel ini, aku mikir, pasti si penulis pingin promosi novel-novel karangannya yang udah diterbitkan. :D . Dan, aku tebak, si penulis nonton film "Crazy Little Thing Called Love" pas atau sebelum nulis novel ini. :O .Btw, nulis aksara Thai ke latin emang beda-beda ya, caranya. Contohnya kalau nulis halo. Ada yang "Sawasdee","Sawadde", atau "Sawatdee". Nulis "imbuhan" cowok-cowok pun beda: ada yang "Krup", "Krap", atau "Krub".
What do You think about Bangkok: The Journal (2013)?
Novel nya bagus banget,sumpah! Gw jadi terharu sama charm apalagi pas baca diary yah.bagus banget
—DeVonna
Kali ini nggak kecewa beli STPC. Bangkok paket lengkap! Manis dan nggak drama2 banget. Suka! :)
—xylia
kakak dan adik yang saling menyayangi dan bisa menerima kekurangan masing22.
—damisha18
persahabatan dan cinta,berasa seperti traveling di bangkok hehe
—Kenneth