Blak-blakan alias jujur alias apa adanya, begitulah para Blakanis saat mengungkap semua kejahatan, kebodohan, kesalahan dalam diri.Pengikut “aliran” Ki Blaka di desa Blakan, semuanya “telanjang” mengungkap diri. Mulai dari tukang ojek hingga para pejabat negara yang korupsi. Ki Blaka tidak pernah berniat mengajak orang lain untuk bicara jujur, awalnya hanya dirinya lah ingin jujur pada diirinya sendiri. Dengan cara verbal : ngobrol, curhat, membuat pengakuan dosa dengan orang-orang disekitarnya dan non-verbal : dengan hanya menggunakan selimut lurik tak ada pakaian lainnya. Semua karakter tokoh dalam novel ini adalah simbol-simbol dalam kehidupan manusia secara horisontal dan vertikal. Setiap karakter membawa pesan yang menyindir kita untuk berani bicara jujur, bukan pura-pura jujur atau pura-pura bohong. "Telanjang" tanpa harus telanjang...Kejujuran semakin langka di muka bumi ini...Kejujuran memang menyakitkan tapi melegakan...Lawan dari kejujuran bukanlah kebohongan, melainkan kepura-puraan. Pura-pura jujur, pura-pura bohong, dan akhirnya terlena dalam kepura-puraan.Ketika kejujuran bisa terwujud disetiap diri umat manusia, akankah masih ada suap menyuap? Contek mencontek? Tipu menipu? Gosip menggosip? ..dan korupsi???Selamat datang di kampung Blakan, tempat dimana tinggal para Blakanis, yang hidup dalam ke-Blaka-an.