Seperti yang sudah gue prediksikan, buku kedua ini jauh lebih berkesan di gue daripada buku pertamanya. Sayang, gue masih cinta sama gaya bahasa terjemahan Bapak Hendarto Setiadi di buku pertama. *angkat topi*Mari kita mulai spoilernya disini.(view spoiler)[Buku kedua ini menceritakan bagaimana patah hati berkepanjangan yang dialami oleh Ollie setelah kematian istrinya.Oh I can relate to that. Bener deh.Mungkin karena itu juga, gue merasa buku ini lebih berkesan daripada buku pertama. Gue udah dalam fase yang tidak lagi tertarik sama cinta-cintaan yang semu. Dan gue masih belum lupa gimana rasanya bertanya-tanya apakah hati yang sudah pernah hancur berkeping-keping ini bisa direkatkan lagi serpihannya satu persatu? Masih bisa kah ia mengirim sinyal-sinyal aneh kepakan sayap kupu-kupu yang gelitikannya terasa hingga ke ulu hati?Iya, Ollie. I feel you.Untuk mencoba hal tersebut, pencarian pun dilakukan. Mencari orang yang tepat? Oh, belum sih. Lebih tepatnya mencari tahu apakah si hati yang sudah pernah patah ini bisa berfungsi dengan baik seperti semula.Satu-dua orang berlalu. Lumayan senang sih rasanya, ada yang bisa diajak ngobrol. Ada yang bisa ditanya-tanya lagi apa dia disana. Jadi ada yang nanya-nanyain juga, lagi apa gue disini. Ya gitu. Tukeran perhatian aja.Kemudian lewat lagi orang ketiga dan keempat. Ngasih perhatian sih. Tapi biasa aja. Sampe akhirnya ada yang bener-bener menyita perhatian. Bener-bener dicariin kalo ngga keliatan seharian. Bener-bener bikin senyum-senyum kalo ngobrol. Pada akhirnya si hati itu mulai bisa berfungsi lagi. Nyaris bisa seperti semula.Tapi seperti Ollie yang masih ekstra hati-hati melindungi hatinya yang sudah terlanjur rapuh, gue juga gitu sih. Antara minat dan engga untuk memulai menjalani satu hubungan baru lagi.Semua kenangan itu kadang tidak sengaja tersimpan. Satu pemicu kecil saja bisa membangkitkan ingatan yang kita pikir sudah tidak ada, tapi ternyata masih sanggup menghantui seluruh indera yang kita punya.Beberapa kali, hal itu masih terjadi.Kalau pada akhirnya Ollie masih belum jadi sama siapa-siapa, sebenernya kisah itu tidak berhenti sampai disitu.Banyak yang kecewa kenapa endingnya ngga sesuai harapan. Terus ngapain juga itu rangkuman semua tokoh-tokoh yang pernah ada di buku kedua ditaruh di belakang? Seakan-akan si penulis ngga mau lagi meneruskan kisah hidup Ollie dan pencariannya?Kenapa?Apakah tidak akan ada happy ending lagi buat Ollie?Apa selamanya ia akan terkungkung oleh kenangan Jenny yang tidak bisa pergi dan tergantikan?Mungkin juga.Mungkin si penulis ngga mau manjang-manjangin penderitaan si Ollie. Biar deh dia hidup di imajinasi para pembacanya aja.Toh setiap hari baru di dunia Oliver Barret IV akan membawa cerita yang juga baru untuknya. Jadi biarkan hari-hari baru itu terus berputar abadi di kepala para pecinta Ollie dan alm. Jenny.Mungkin begitu.Mungkin juga karena si penulis memang ingin menyampaikan sedikit kesan yang lebih realistis. Tidak selalu ada akhir yang bahagia untuk semua orang.Mungkin bagi Ollie, bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan lagi yang lebih baik, saat dia sebenarnya sudah pernah mendapatkan yang terbaik, dan bagian terbaik itu direnggut paksa dari hidupnya?Dan itulah pesan yang tersampaikan dari kisah ini.We were once loved and so lucky, weren't we, Ollie?================Update 19 Oktober 2012================Ngga biasanya gue bikin review ada update-annya kayak gini hahahaha..Tapi tadi baru kepikiran aja di perjalanan menuju kantor, tentang salah satu tokoh yang sebenarnya memegang peranan penting di buku ini: Dr. London.Yang gue rasakan sih sebenernya setiap orang itu pasti punya kebutuhan untuk curhat. Walopun kadang kadarnya berbeda-beda, curhat official atau yang sekedar colongan. Colongan yang keceplosan maupun yang sengaja aja dicolong-colong dimana suka kayak gue gitu deh.Begitu juga yang terjadi sama Ollie disini. Butuh hampir 2 tahun buat dia untuk memahami bahwa sebenarnya dia butuh bantuan untuk mengenali kembali apa yang dia rasa.Abis patah hati itu bikin kita berasa numb sih. Banget. Kalo dibiarin, bisa-bisa bikin kita merasa skeptis sama suatu hubungan.Eh tapi ngga semua orang kayak gini juga kali ya. Mungkin aja Ollie, atau gue, yang terlalu dalem. Bahahahak.Cuma ya itu tadi. Di buku ini diceritain banget betapa Ollie meraba-raba lagi, berusaha mengenali lagi apa yang dia rasa. Cinta apa bukan nih? Fling apa beneran naksir nih? Ah ngga ada excitementnya, bukannya suka. Ah, gue ngga mau menggantungkan harapan terlalu tinggi. Bukan takut kecewa sih, tapi belum bisa aja..Oh gue juga gitu kok. Malahan beberapa temen deket gue paksa untuk jadi psikiater pribadi terselubung. Jadinya, mereka yang bisa membaca dan mengenali apa yang lagi gue rasakan.Sementara gue sendiri malah ngga ngga bisa menerjemahkan perasaan, kemauan, dan kebutuhan gue pada saat itu.Yea, I guess I was that numb. (hide spoiler)]
Love Story took me by surprise. I didn't know it would end just LIKE THAT!!! But then, I was actually satisfied with that ending and I found the book so amazingly perfect. And then, this book came out. I wasn't aware that there would be a sequel to Love Story. And since I loved Love Story, no one could stop me from reading this one, even if I know that Jenny wouldn't be in it.***Contains a FEW SPOILERS from this point onwards.And so I read. I wasn't sure what to expect, just that Oliver's still here, grieving.I was totally into Jenny and Oliver's love story that I couldn't let it go. But then I have to 'cause Jenny's dead. And frankly, I wouldn't want Oliver to be alone, feeling utter loneliness. So when Marcie Binnendale came along, I was filled with mixed emotions. First, I don't want to betray Jenny by wishing another woman for Oliver. But then, Oliver's such a good guy inside and out, he deserves a good life; a better life than just sulking around, alone and drowning himself with workloads. So in some ways, I was happy for Oliver. With his new life with Marcie, I thought he could live again; fall in love once more; be with someone else and have a happy and satisfying family. I thought the future was bright for them. I thought.. I thought... Well, I thought wrong. It turns out, Jenny was, is and forever will be Oliver's only one true love. But then again, I couldn't think of anyone else who could make Oliver live again the way only Jenny did.Every time I think of this book, I can't help but wish Love Story and Oliver's Story didn't end like that. Yet, it was both bitter and true..And I would like to add that one reason I love this book is it keeps teaching me lessons in life that I may not appreciate and understand fully yet, I know there'll come a time wherein I'll see through it with different eyes. Although there is one thing that really struck me with this book. It is that Life goes on.> See how personally and emotionally engrossed I am with the book? :))
What do You think about Oliver's Story (2012)?
I was thrilled to see that there was a continuation to Love Story. Oliver fell for a woman of his stature, to find that no one could be like Jenny. I love that he told her off and walked away from her at the end of the book.
—Christine
Was expecting something different from “Oliver’s Story” by Erich Segal.As far as the book went, I was expecting that the main character would re-marry…but instead it let me believe he was all alone — for 5 years or maybe more. And maybe some gal (whom he had no idea where it would go with her).Didn’t cry with book, however…but definitely it was different in - a good way I suppose - that it wasn’t a ‘happy’ cliche story.Well I don’t know if this sums it, but I guess it does, it’s my opinion for fucks sake. If I feel like I will write more when I return from my meeting (putting it here like an update). So this was it, a nice novel that really made my thinking a lot more … Hmm… You know, thinkable.Great Friday y’all!If you want the review on my blog click ->here, and if you want to check every other one, click here
—Larissa
After reading Love Story the sequel is a dampener. Firstly, yes, Oliver was selfish and had deprived Jenny of a career, caused her to work to support his ego and had not pampered or cherished this wonderful woman. I do not feel any sympathy when he makes his confessions, since it’s too late and she deserved better. Secondly, I did not really enjoy the flirting techniques employed by Miss Nash, way too elaborate and impersonal. I would have rated this book as a 2 star but I give 1 whole star for
—Sylvia Dee