Share for friends:

Read The Unknown Errors Of Our Lives: Stories (2002)

The Unknown Errors of Our Lives: Stories (2002)

Online Book

Genre
Rating
3.82 of 5 Votes: 1
Your rating
ISBN
0385497288 (ISBN13: 9780385497282)
Language
English
Publisher
anchor

The Unknown Errors Of Our Lives: Stories (2002) - Plot & Excerpts

Selama masih hidup di dunia fana ini, kita tidak akan luput dari kesalahan. Dari kesalahan yang dilakukan, terbagi menjadi kesalahan yang disadari maupun kesalahan yang tidak disadari. Orang bijak adalah orang yang belajar dari kesalahan.Pernahkah anda memasuki suatu lingkungan baru yang sama sekali berbeda sekali manusia maupun sosialisasinya dengan lingkungan sebelumnya? Pernahkah merasakan dimana lingkungan baru tersebut begitu menyesak, sehingga setiap hari terasa lama dan itu membuatmu malas untuk bangun pagi, karena hari yang membosankan akan segera dimulai.Buku karangan Divakaruni ini, bukanlah semacam karya baru di dunia sastra yang menggambarkan hubungan antara India-Amerika. Karya lain yang turut menceritakan bagaimana kehidupan imigran India di Amerika misalnya adalah film My name is Khan, atau novel Midnight’s Children pada tahun 1981 karya Salman Rushdie, Namesake karya Jhumpa Lahiri. Mengapa terjadi imigrasi ke Amerika? Sebelum ada amandemen mengenai kebijakan keimigrasian pada tahun 1965,sebagian besar imigran yang masuk Amerika adalah pendatang dari negara-negara Eropa. Dalam salah satu artikel di www.theatlantic.com , James Fallows menyatakan kuota yang tidak adil ini sebagai 'jumlah terbesar ras' didalam masyarakat Amerika. Setelah kebijakan dibuat, pendatang dari dunia ketiga ikut meramaikan "bursa" imigran di Amerika. Selain itu, Amandemen UU Imigrasi mengatur bahwa imigran tidak harus dari etnik tertentu, melainkan karena hubungan kekeluargaan. Hal ini berarti orang di luar Amerika yang mempunyai hubungan darah secara langsung dengan warga negara amerika mendapatkan kemudahan untuk dapat masuk ke Amerika. Tanpa batasan, setiap orang yang disponsori oleh keluarga warga Amerika, apakah dia seorang yang tidak berpendidikan, orang tua, pengangguran mendapat hak khusus untuk masuk ke Amerika.Mengapa Amerika yang menjadi tujuan? Amerika Serikat bagaimanapun tetap menjadi tujuan utama bagi imigran, dengan 42,8 juta pada 2010, sekitar 20 persen dari jumlah imigran di seluruh dunia.Negara lainnya dengan penduduk kelahiran asing yang tinggi mencakup Rusia, Jerman, Arab Saudi, Kanada, Inggris, Spanyol, India dan Ukraina, menurut IOM (International Organization for Migration). Selain itu menurut IOM, Pada 2025 orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja di negara-negara berkembang akan melampaui angkatan kerja total sekarang ini di negara-negara industri. Di masa mendatang, bukan hanya Amerika, Ekonomi-ekonomi yang tumbuh dengan cepat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin itu menjadi semakin populer sebagai negara-negara tujuan pekerja imigran. Data-data jumlah Imigran Wikipedia menulis sebagai berikut.Sejak liberalisasi kebijakan imigrasi tahun 1965, jumlah imigrasi generasi pertama yang menetap di Amerika Serikat telah berlipat empat dari 9.6 juta jiwa pada 1970 menjadi 38 juta jiwa pada 2007[4] 1.046.539 jiwa mengalami naturalisasi sebagai warga negara AS pada 2008. Negara emigran terbesar ke Amerika Serikat adalah Meksiko, India, dan Filipina. Di samping karena hubungan keluarga yang menyebabkan emigrasi dari India ke Amerika, istilah lain yang dikenal adalah brain drain atau human capital flight. Human capital flihgt yaitu emigrasi dalam jumlah yang cukup besar oleh individu yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi. Alasan utama beremigrasi yaitu karena alasan kesempatan pekerjaan yang kurang di negeri sendiri, kekacauan politik, resesi ekonomi, pengaruh keluarga, keinginan untuk hidup lebih sejahtera). Menurut Aaron Chaze (2007), yang melakukan penelitian di 61 negara berkembang, dimana sebagian besar para braindrainer memilih bermigrasi ke negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terutama Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, dan Jerman. Saat ini terdapat sebanyak 50.000 (5%) dokter India yang bekerja di negeri Paman Sam serta ratusan ribu manajer, teknisi, dan ahli komputer bekerja di Microsoft, McKinsey & Company, Citigroup, dan berbagai firma teknologi informasi di kota-kota metropolitan Amerika.UNDP memperkirakan, India kehilangan sekitar dua miliar dollar AS per tahun akibat migrasi teknisi dan ahli komputer, yang diperkirakan mencapai 2,2 juta orang sampai akhir tahun 2008. Bagaimana dengan Indonesia? Beruntung, Indonesia termasuk yang paling rendah, yakni kurang dari 5% dari golongan terdidik yang bermigrasi ke negara-negara maju. Selama lebih dari 30 tahun yang lalu. India secara rutin merupakan negara pengekspor tenaga muda yang terampil ke negara-negara maju. Dimulai pada awal tahun 1960-an, lulusan terbaik dari Indian Institute of Technology (IITs) meninggalkan India dalam jumlah yang cukup besar untuk kemudian bekerja pada Silicon Valley, Amerika Serikat. Saat ini, komunitas India di Amerika, baik imigran maupun mereka yang terlahir di sana, merupakan komunitas dengan proposi cukup besar sehingga dianggap mewakili populasi asal Asia. Kini para profesional asal India tersebut telah menguasai sedikitnya 8.000 perusahaan di bidang komunikasi, informasi dan teknologi di kawasan Silicon Valley dengan pemasukan sebesar US$ 4 miliar ditambah dengan penyediaan lapangan kerja sebanyak 17.000 kursi.Fenomena ini mau tidak mau membawa dampak terhadap kehidupan hubungan sosial antar bangsa Amerika dan India. Divakaruni menuliskan bagaimana orang India berhadapan dengan budaya baru bagi mereka, serta tantangan dari dalam maupun dari luar diri mereka. Keluarga. Inilah tema yang paling kontekstual dengan budaya Orang Timur. Sebagaimana bangsa Indonesia, orang india tetap menempatkan keluarga dalam posisi penting dalam kehidupan mereka. Walau kadang efek negatifnya ialah konflik-konflik muncul karena hubungan dekat itu sendiri.Seandainya saja ditulis dalam konteks Indonesia yang bermigrasi ke Amerika, saya rasa tidak sulit memahami kumpulan cerpen ini. Jujur saya akui, saya harus membaca ulang, agar mendapat inti ceritanya. Apalagi, Divakaruni menambahkan istilah-istilah Bengali yang membuat saya melewati begitu saja. Buku ini terdiri dari sembilan cerpen, yaitu:1. Nyonya Dutta menulis surat2. Kecerdasan Benda-benda Liar3. Kehidupan Orang-orang Asing4. Cinta Seorang Pria baik5. Apa yang Diketahui Tubuh6. Anak-anak yang Terlupakan7. Masa Kaktus yang Berbunga8. Kesalahan-kesalahan yang Tidak Diketahui Dalam hidup kita9. Nama-nama Bintang dalam Bahasa BenggaliDari kesembilan cerita pendek karangan Divakaruni ini, semuanya bertokoh utama perempuan yang karakternya berbeda-beda sesuai perannya sebagai: ibu mertua, putri, ibu rumah tangga, kakak perempuan, yang mengalami pergulatan yang cukup serius akibat perbenturan kebudayaan dan tradisi India terhadap mereka, anak mereka, di tempat tinggal baru, Amerika.Cara menyampaikan Divakaruni sungguh memesona. Nyonya Dutta menceritakan kisah hidupnya selama di Amerika yang tinggal bersama anak dan menantunya lewat surat kepada sahabatnya di India. Divakaruni menggambarkan betapa Nyonya Dutta merasakan hidup di apartemen sungguhlah begitu berbeda dengan kehidupan di India. Divakaruni dengan penuturan khas (khas India kali ya) menuliskan Kasih seorang kakak pada adiknya, kehangatan keluarga jauh lebih berharga dari kehidupan yang serba teratur, memaafkan pengalaman masa kecil yang pahit, cinta itu universal-di benua manapun tetap ada-meraih kebahagiaan merupakan keputusan diri, kebahagiaan dan kesedihan sepertinya saling bergantian mengisi hidup kita, tinggal bagaimana menghadapinya sesuai waktu masing-masing, saat kau pulang kampung dengan membawa cucu ke orang tuamu, perhatikan bahwa kau melihat masa kecilmu di sana.Dari kumpulan cerpen beliau ini, kita dapat mengetahui bahwa wanita (masih) menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga orang India. Atas dasar itu, ia mendirikan semacam LSM, yang bernama Maitri pada tahun 1991, lembaga itu berperan mendampingi wanita khususnya yang dari Asia Selatan yang menjadi korban kekerasan. Dan dari wawancara diketahui bahwa wanita yang datang ke Maitri itu adalah sumber inspirasinya menulis tentang imigrasi, terutama wanita imigran asal Asia Selatan.Buku ini cocok didiskusikan. Terutama yang berkaitan dengan isu imigran, jender, budaya, hubungan manusia. Saya berandai dari penulis kita juga turut memberi kontribusinya dalam bentuk pengabdian di LSM. Turut prihatin dengan banyaknya kasus kekerasan pada wanita yang tidak tersuarakan.Empat bintang.--------------------------------Chitra Banerjee Divakaruni pada Tahun 1976 meninggalkan kampung halamannya di Calcutta, India untuk tinggal di Amerika, saat itu ia berusia 19 tahun. Kumpulan cerpennya, Arranged Marriage, dianugerahi American Book Award pada tahun 1995, dan dua novelnya The Mistress of Spices dan Sister of My Heart telah difilmkan. Atas kisah hidupnya itulah Divakaruni berpesan pada imigran seperti dirinya supaya berjuang untuk menciptakan kehidupan baru. Divakuruni mengatakan bahwa kehidupan sebagai imigran sangat-sangat sulit, namun justru itu yang membuatnya sebagai sumber inspirasi. " Kita melukis dari dua budaya, dengan dua paket cara pandang dunia. Ia menyimpan kenangan itu dalam puisi, novel, dan juga cerita pendek. Puisinya adalah Black Candle and Leaving Yuba City. Karya fiksinya sendiri telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa, termasuk Belanda, Ibrani, Indonesia dan bahasa Jepang.Sumber bacaan:http://library.thinkquest.org/07aug/0...Artikel Ilmiah BRAIN DRAIN, MASALAH BESAR BAGI NEGARA BERKEMBANG* *Oleh: Hariyanto Jurusan EP FE Universitas Sebelas Maret Surakartahttp://en.wikipedia.org/wiki/Chitra_B...Words matter: conversations with Asian American writers Oleh King-Kok Cheunghttp://id.wikipedia.org/wiki/Imigrasi...http://www.antaranews.com/berita/1291...

Butuh waktu untuk menguraikan luka.Karena seperti yang dituliskan Amy Tan dalam The Joy Luck Club, melalui tokoh An-mei: “Dan begitulah kejadiannya dengan suatu luka. Luka itu mulai menutup sendiri untuk melindungi apa yang terasa sakit. Dan sekali sudah tertutup, kita tak lagi melihat apa yang ada di bawahnya, apa yang menyebabkan rasa sakitnya.”Sebagian orang mungkin akan membiarkannya berlalu begitu saja. Sebagian lagi mungkin akan kelewat enggan untuk menguraikan benang kusut kompleksitas penyebab lukanya. Dan sebagian lagi, mungkin bahkan lupa, bahwa luka itu pernah ada.Namun, tidak demikian halnya dengan seorang Chitra Banerjee Divakaruni.***Dalam buku kumpulan cerpen yang terdiri atas sembilan cerpen ini, Chitra berusaha menguraikan luka para tokohnya, para wanita India yang menjadi imigran di Amerika. Ada Nyonya Dutta (dalam cerpen: Nyonya Dutta Menulis Surat) yang terkucilkan dalam keluarga anak dan menantunya karena gegar budaya. Ada tokoh seorang kakak perempuan (dalam cerpen: Kecerdasan Benda-benda Asing) yang merasa bersalah karena terlalu lama mengabaikan adik lelakinya yang datang ke Amerika. Ada Leela (dalam cerpen: Kehidupan Benda-benda Asing) yang berusaha keluar dari zona soliter hidupnya di Amerika dengan mengunjungi India dan mengikuti acara ziarah. Ada Monisha (dalam cerpen: Cinta Seorang Pria Baik) yang menyimpan dendam pada ayah kandung yang meninggalkan dirinya dan ibunya untuk hidup di Amerika. Ada Aparna (dalam cerpen: Apa yang Diketahui Tubuh) yang berusaha memulihkan dirinya lahir batin setelah berbulan-bulan dirawat di rumah sakit karena mengalami penyakit usai melahirkan putranya. Ada sepasang kakak beradik (dalam cerpen: Anak-anak yang Terlupakan) yang melarikan diri dan pikiran mereka dalam khayalan, menghindari perilaku abusif ayah mereka yang sering mabuk. Ada Mira dan Radikha (Masa Kaktus Berbunga) dengan latar belakang berbeda yang memiliki kesamaan: trauma pada kaum pria. Ada Ruchira (dalam cerpen: Kesalahan-kesalahan yang tidak Diketahui dalam Hidup Kita) yang pada tiga hari sebelum pernikahannya bertemu dengan seorang wanita yang dihamili calon suaminya. Ada seorang ibu (dalam cerpen: Nama-nama Bintang dalam Bahasa Bengali) yang mencoba beradaptasi kembali dengan India dan bernostalgia dengan masa lalunya, saat membawa anak-anaknya dari California ke Calcutta untuk mengunjungi nenek anak-anaknya.***“Happiness is a very elusive quality,” ujar Dee Frankfurter, seorang penulis. Dan inilah yang berusaha dipahami oleh sebagian tokoh dalam buku ini, dengan cara mereka masing-masing.Aparna misalnya, pada awalnya menggantungkan kebahagiaan dengan jatuh cinta pada dokter bedahnya, Byron. Setiap pagi Aparna akan menggosok lipstick ke bibirnya yang retak-retak, menggelapkan mata yang tenggelam dengan jari gemetar, dengan tas make-up yang dibawakan Umesh, suaminya, demi menyambut waktu pemeriksaan Byron. Sampai Aparna jatuh cinta pada bayinya, Aashish. “Tatapan si bayi yang tajam, penuh perhatian, caranya memandang keluar ke dunia dengan perhatian yang murni dan sempurna. Aparna bahagia olehnya dan juga menjadi rendah hati karenanya. Dia juga ingin belajar seperti itu.” (halaman 142)Atau kebahagiaan imajiner yang dikhayalkan tokoh sepasang kakak beradik. Penat dengan kemiskinan dan sikap abusive sang ayah yang gemar mabuk, mereka berusaha memahami kebahagiaan dengan definisi yang berbeda. “Dalam khayalan kami, tidak ada yang menyeret kami di jalan masuk mobil yang sudah retak-retak sehingga batanya yang terbuka menggosok punggung kami. Di garasi yang gelap, tidak ada yang menyalakan korek dan mendekatkannya begitu dekat sehingga kami merasakan panasnya pada kelopak mata kami. Dalam khayalan kami, berbagai bagian perbendaharaan kata sudah lenyap sama sekali dari kamus: takut, remuk, amuk, maut, ayah.” (halaman 156)Atau bahkan dalam sepucuk surat yang ditulis Nyonya Dutta untuk sahabatnya, Roma. “Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu tentang apakah aku bahagia, karena aku sudah tak yakin apa sebenarnya kebahagiaan. Yang kutahu hanya bahwa kebahagiaan bukan seperti yang kusangka. Bukan tentang rasa dibutuhkan. Bukan juga tentang berkumpul bersama keluarga. Ada hubungannya dengan cinta, aku masih beranggapan begitu, tetapi dengan cara yang berbeda dengan yang kuyakini dulu, suatu cara yang tidak bisa kujelaskan. Mungkin kita bisa memikirkannya bersama, dua wanita tua minum cha di flat lantai bawahmu (karena kuharap kau mau menyewakannya kepadaku sekembaliku ke sana), sementara di sekitar kita gosip beredar—tetapi ringan saja, seperti hujan musim panas, karena itu saja yang kita bolehkan terjadi. Kalau aku beruntung—dan mungkin, walau semua yang sudah terjadi, aku memang beruntung—kebahagiaan itu letaknya dalam memikirkannya.” (halaman 44-45)***Manusia adalah makhluk yang dinamis. Dalam Autobiography of My Mother, Jamaica Kincaid menulis: “Siapa dirimu adalah misteri yang tak bisa dijawab siapapun, tidak juga oleh dirimu sendiri.”Dan yang saya kagumi dari buku ini, selain dari--ditulis dengan demikian indahnya oleh Chitra dan diterjemahkan dengan indah pula-- adalah: tentang penerimaan diri para tokoh atas diri mereka sendiri, dengan segala absurditas, kompleksitas, dan kontradiksinya. Suatu proses yang butuh waktu panjang dan kerendahan hati untuk menelaah dalam diri.Seperti yang ditulis Hal Stone & Sidra Winkelman dalam Embracing Each Other: “If we wish to surrender to the process of consciousness, we must surrender to it in all its complexities and contradictions. If we want to be loving human beings, we must learn to love our own wolves and jaguars and snakes and dragons, and stupidity and irritability and weakness and vulnerability and darkness as much as we love our loving and rational, competent, caring, and light-oriented selves.”

What do You think about The Unknown Errors Of Our Lives: Stories (2002)?

Beli buku ini waktu ada acara diskon di Gramedia. Harganya hanya Rp. 15.00,-. Dari sekian banyak buku, saya membeli buku ini karena tertarik dengan pengarangnya yang orang India. Saya ingin tahu lebih banyak tentang budaya dari negara lain dan membaca buku dengan pengarangnya dari negara lain bisa menjadi salah satu cara.Saya tidak langsung membaca buku ini dan menikmatinya. Sepertinya saya berharap Divakaruni akan membawa emosi para pembaca naik turun (seperti ABG). Nyatanya ceritnya lebih banyak datar karena semuanya tentang perenungan, pemikiran, dan pengaruh masa lalu pada si tokoh utama.Mengapa saya beri bintang 4? Karena cerpen-cerpen ini menuliskan realita. Tidak ada dongeng di sana. Hanya kenyataan kalau kita terkadang membuat kesalahan yang tidak kita sadari. Kita tidak akan dibuat tertampar dan merenung terlalu dalam, tapi toh memberi efek--kita jadi lebih bertindak dengan lebih hati-hati dan lebih peduli pada pemikiran orang lain.
—Lasma Manullang

Setalah membaca The Palace of Illusions (Istana Khayalan) karya dari Chitra Banerjee Divakaruni, saya tertarik dengan karyanya yang lain yaitu buku ini. Saya melihat tema penulisan tentang kehidupan orang India di belahan bumi yang lain juga dipilih oleh Jumpa Lahiri. Namun bedanya, saya lebih suka cerpen daripada novel milik Jumpa Lahiri. Sedangkan untuk Divakaruni, saya lebih menyukai novelnya daripada cerpennya. Ada beberapa cerpen beliau yang berkesan. Berikut cerpen-cerpennya:Cerepen pertama, “Nyonya Dutta menulis surat” membuat saya bertanya-tanya, ada apakah antara mertua perempuan dan menantu perempuan? Mengapa banyak sekali buku, film atau sinetron yang menceritakan selalu ada konflik antara meeka berdua? Jarang sekali kita membaca atau menonton film/sinetron yang mengisahkan konflik mertua laki-laki dengan menantu laki-lakinya. Yang bisa saya terka jawabannya adalah kemungkinan adanya perebutan kasih sayang dan perhatian terhadap lelaki tersebut. Sang ibu tidak rela anak lelaki*terutama anak lelaki satu-satunya* diambil oleh wanita lain, atau sang istri yang tidak rela kehidupan rumah tangganya dicampuri oleh mertuanya. Yah, saya belum menikah, tapi berharap istri saya kelak bisa akur dengan ibu saya. Amien..Pada cerpen “Cinta seorang pria baik’, saya belajar untuk memaafkan seseorang. Walalupun kesalahan yang Ia perbuat sudah terjadi di masa lampau tapi karena kita belum dapat memaafkannya, kita masih terkungkung di dalam masa itu. dan percuma saja kita berusaha untuk melupakan karena jalan satu-satunya untuk terus berjalan dan keluar dari jeratan masa lalu adalah dengan cara memaafkan. Dan cerpen ‘Kesalahan-kesalahan yang tidak diketahui dalam hidup kita” juga mengajarkan kita untuk menerima masa lalu pasangan hidup kita. Yang terpenting adalahkejujuran diawal hubungan sehingga tidak ada hal-hal yang mengagetkan kita kedepannya.Saya merasa cerpen “Apa yang diketahui tubuh” sanagat lucu dan getir. Betapa tidak, seseorang istri termotivasi untuks embuh dari penyakitnya bukan karena suami dan anak lelakinya tetapi karena dokternya yang tampan dan baik hati. Tidaka da yang salah dengan suaminya, baik hati dan sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Mungkin bagi beberapa orang yang membaca kisah ini tidak akan merasa cerpen ini lucu tapi bagi saya cerpen ini lucu.Kisah tentang KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) bisa kit abaca pada cerpen “Anak-anak yang terlupakan”. Sudah banyak kisah seperti ini di banyak buku, dan ini terjadi tidak hanya di Negara berkemabang tapi juga di Negara maju. Sebenarnya saya ingin sekali membaca sebuah kisah dimana seorang wanita yang sangat sulit mencari seorang suami Karena masalah mahar perkawinan. Saya pernah melihat tayangan di Oprah Show dimana perkawinan akan berakhir menjadi pertikaian atau bahkan bencana ketika menyangkut maslah Mahar. Bedanya dengan di Indonesia*kecuali padang, mungkin* biasanya pihak lelaki lah yang member mahar. Namun, lain halnya dengan India, pihak wanitalah yang harus menyiapkan. Sehingga orang India berpikir bahwa mempunyai anak perempuan menjadi sebuah kesialan dalam hidup. Masih banyak hal tentang India dan manusianya yang ingin saya ketahui dan sayapun terus mencari novel dan kumpulan cerpen menganai hal tersebut.Namaste…
—Harun Harahap

Another fantastic collection of short stories from Chitra Banerjee Divakaruni; the stories within this collection are again bound together by the theme of strong Indian women coping with life's myriad challenges. Whereas Arranged Marriage focused primarily on the protagonists' arranged marriages and their resulting life experiences, this collection focuses more predominantly on the immigrant experience. Once again, Divakaruni does not confine her stories to characters of one age, financial situation, or world perspective but instead presents a variety of characters who grapple with very real and largely universal challenges.This collection of short stories shows a depth and range of voice of which few short story writers are truly capable. Though all the stories in this collection center on the theme of a woman's self discovery, and all are situated within the context of the Asian, Asian American, or immigrant experience, each story yields a voice uniquely its own. Some voices are richer than others, but each contributes to the unfolding of a particular cultural experience and consciousness.What is particularly striking about Divakaruni's writing is her ability to bring a foreign (and I use that term in its generic sense) cultural experience to life for one outside that fold. Her stories are universally embraceable precisely because they are so deeply steeped in a specific culture -- the uniqueness of many of the superficial elements of the stories urges the reader to dig deeper for the modestly veiled truths within. Her writing is a delight for those of any background, and offer something for readers of all stages and phases of life.
—Rachel

Write Review

(Review will shown on site after approval)

Read books by author Chitra Banerjee Divakaruni

Read books in category Horror