membaca bukavu adalah seperti diam dalam airmata yang jatuh dan lindap di tanah pertiwi. ada benang merah yang melatari kisah-kisahnya, yaitu tentang perseteruan dan bencana di negeri: konflik GAM di aceh, dayak-madura, timor timur, sampai kepada bencana tsunami di aceh. ada kepedihan yang dituturkan dengan bahasa yang puitis, kesederhaan dan kepasrahan dalam menerima nasib, sekaligus kekuatan yang teguh. lalu, tentang tokoh-tokohnya yang kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak, karena memang merekalah korban utama dari setiap perang dan bencana yang tercetus. terlalu banyak yang harus dikorbankan dari kobaran ego dan amarah manusia. tidak hanya harta dan nyawa, tetapi juga masa depan, hati dan sepotong nurani.bukavu, seperti tulisan ibu pertiwi yang meratapi tragedi negeri... Pada tahun 1954, Ernest Hemmingway, penulis legendaris AS datang ke kota Costermansville, Zaire. Saat melihat Danau Kivu yang terletak di kota tersebut, penulis The Old Man and the Sea ini begitu terpukau akan keindahan Kivu dan menyebutnya sebagai keindahan yang sama sekali belum pernah ia saksikan sepanjang hidup. Kota Costermansville sendiri telah berganti nama menjadi Bukavu. Empat puluh tahun setelah Hemmingway menapakkan kaki di Bukavu, terjadi peristiwa pembantaian etnis Tutsi oleh suku Hutu. Lebih dari 800.000 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut. Ribuan warga Rwanda mengungsi ke perbatasan hingga masuk ke Bukavu, Zaire.Tragedi Rwanda dan kesan Hemmingway terhadap Danau Kivu disandingkan oleh Helvy Tiana Rosa (HTR) menjadi cerita yang memikat sekaligus menyayat hati. Cerpen “Bukavu” hanya satu dari dari 18 cerpen yang terkumpul dalam buku ini, yang merupakan “perjalanan” HTR dalam dunia sastra dalam rentang 1992-2005. Tentu, tak semua karya HTR selama karier kepenulisannya tercakup dalam buku ini. Tapi 18 cerpen ini, paling tidak, merupakan rekam jejak betapa HTR adalah penulis yang konsisten dengan nilai-nilai perjuangan yang ia anut. Tak cuma “berteriak” terhadap beragam masalah umat, namun HTR membingkai karya-karyanya dengan diksi yang kuat dan indah serta plot yang membuat pembaca tak rela berhenti memamah cerita hingga titik terakhir.Maka, bacalah Cut Vi, Jaring-jaring Merah, Sebab Aku Cinta Sebab Aku Angin, Ketika Cinta Menemukanmu, Darahitam, Ze Akan Mati Ditembak, Pulang, Idis, dan Lelaki Kabut dan Boneka. Cerpen-cerpen tersebut adalah suara HTR terhadap lara negeri ini. Ada Aceh di sana, juga Ambon, Madura, Timor Timur (sebelum lepas dari Indonesia). Kemudian bacalah Hingga Batu Bicara dan Lorong Kematian. Seperti Bukavu, HTR akan mengajak kita melintas benua, pada lara di Palestina dan Bosnia.Kemudian dalam "Juragan Haji " dan "Peri Biru", HTR bertutur tentang ironi sosial. Ketika negeri ini makin tak kuasa melepas anak-anaknya agar menjadi “penyumbang devisa” (Peri Biru). Atau, tentang kerinduan seorang nenek terhadap tanah suci, di satu sisi ada banyak orang kaya berkali-kali naik haji, seperti layaknya berlibur ke Bali (Juragan Haji)."Pertemuan di Taman Hening" adalah tuturan HTR tentang KDRT, yang diolah dengan cantik. Sebagai perempuan, HTR berbicara tentang perempuan dengan alunan yang lembut namun menyentak.Meski begitu, HTR bukan sosok penulis yang terlalu serius menoreh pena. Dalam "Mencari Senyuman" dan "Titin Gentayangan", ia bertutur dengan satir tentang segala problem negeri ini yang makin berkelindan, juga tentang cinta dan sakit hati seorang gadis yang ingin bunuh diri. Kita akan tergelak—atau minimal tersenyum—menyimak kedua cerpen ini.Cukup lengkap memang kumpulan cerpen ini, baik dari sisi keragaman tema, maupun teknik pengolahan cerita. Memang, ada banyak cerpen-cerpen HTR lainnya (dari ratusan) yang tak termaktub dalam buku ini—yang secara kualitas tak kalah bagus. Cerpen-cerpen dalam buku ini sebagian juga telah dimuat di buku kumpulan cerpen lain. Tapi buat saya pribadi, cerpen-cerpen HTR selalu asyik untuk dinikmati kembali.Merged review:I've read (almost) all the shortstories in this book. But, reading Helvy's work is always give me more experience, even if I've read many times. With these shortstories Helvy will take you to Aceh, Ambon, Timor Leste (formerly Timor Leste), also Palestine, Bosnia, and Zaire.======Review lengkapnya :-)Pada tahun 1954, Ernest Hemmingway, penulis legendaris AS datang ke kota Costermansville, Zaire. Saat melihat Danau Kivu yang terletak di kota tersebut, penulis The Old Man and the Sea ini begitu terpukau akan keindahan Kivu dan menyebutnya sebagai keindahan yang sama sekali belum pernah ia saksikan sepanjang hidup. Kota Costermansville sendiri telah berganti nama menjadi Bukavu. Empat puluh tahun setelah Hemmingway menapakkan kaki di Bukavu, terjadi peristiwa pembantaian etnis Tutsi oleh suku Hutu. Lebih dari 800.000 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut. Ribuan warga Rwanda mengungsi ke perbatasan hingga masuk ke Bukavu, Zaire.Tragedi Rwanda dan kesan Hemmingway terhadap Danau Kivu disandingkan oleh Helvy Tiana Rosa (HTR) menjadi cerita yang memikat sekaligus menyayat hati. Cerpen “Bukavu” hanya satu dari dari 18 cerpen yang terkumpul dalam buku ini, yang merupakan “perjalanan” HTR dalam dunia sastra dalam rentang 1992-2005. Tentu, tak semua karya HTR selama karier kepenulisannya tercakup dalam buku ini. Tapi 18 cerpen ini, paling tidak, merupakan rekam jejak betapa HTR adalah penulis yang konsisten dengan nilai-nilai perjuangan yang ia anut. Tak cuma “berteriak” terhadap beragam masalah umat, namun HTR membingkai karya-karyanya dengan diksi yang kuat dan indah serta plot yang membuat pembaca tak rela berhenti memamah cerita hingga titik terakhir.Maka, bacalah Cut Vi, Jaring-jaring Merah, Sebab Aku Cinta Sebab Aku Angin, Ketika Cinta Menemukanmu, Darahitam, Ze Akan Mati Ditembak, Pulang, Idis, dan Lelaki Kabut dan Boneka. Cerpen-cerpen tersebut adalah suara HTR terhadap lara negeri ini. Ada Aceh di sana, juga Ambon, Madura, Timor Timur (sebelum lepas dari Indonesia). Kemudian bacalah Hingga Batu Bicara dan Lorong Kematian. Seperti Bukavu, HTR akan mengajak kita melintas benua, pada lara di Palestina dan Bosnia.Kemudian dalam "Juragan Haji " dan "Peri Biru", HTR bertutur tentang ironi sosial. Ketika negeri ini makin tak kuasa melepas anak-anaknya agar menjadi “penyumbang devisa” (Peri Biru). Atau, tentang kerinduan seorang nenek terhadap tanah suci, di satu sisi ada banyak orang kaya berkali-kali naik haji, seperti layaknya berlibur ke Bali (Juragan Haji)."Pertemuan di Taman Hening" adalah tuturan HTR tentang KDRT, yang diolah dengan cantik. Sebagai perempuan, HTR berbicara tentang perempuan dengan alunan yang lembut namun menyentak.Meski begitu, HTR bukan sosok penulis yang terlalu serius menoreh pena. Dalam "Mencari Senyuman" dan "Titin Gentayangan", ia bertutur dengan satir tentang segala problem negeri ini yang makin berkelindan, juga tentang cinta dan sakit hati seorang gadis yang ingin bunuh diri. Kita akan tergelak—atau minimal tersenyum—menyimak kedua cerpen ini.Cukup lengkap memang kumpulan cerpen ini, baik dari sisi keragaman tema, maupun teknik pengolahan cerita. Memang, ada banyak cerpen-cerpen HTR lainnya (dari ratusan) yang tak termaktub dalam buku ini—yang secara kualitas tak kalah bagus. Cerpen-cerpen dalam buku ini sebagian juga telah dimuat di buku kumpulan cerpen lain. Tapi buat saya pribadi, cerpen-cerpen HTR selalu asyik untuk dinikmati kembali.
What do You think about Bukavu (2008)?
Kalau sudah karya Mbak Helvy...aku sudah ga milih2 lagi ngasih bintang. Antara 4-5 bintang deh
—ryan